Suhu di puncak Everest mencapai minus 23 derajat Celcius hingga minus 28 derajat Celcius.
Duo mahasiswi pendaki dari Indonesia Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari berjuang mencapai puncak gunung ditengah terpaan badai salju yang akan berlangsung sepekan ke depan.
Ramalan cuaca tersebut dilansir situs mountain-forecast.com, dan dimonitor padai Rabu 16 Mei ini. Sata ini suhu di atas ketinggian 5000 mdpl adalah o derajat hingga minus 2 derajat Celsius. Dua mahasiswi Univeristas Parahyangan Bandung tersbeut dikabarkan telah mencapai Camp 3. Artinya, tinggal setahap lagi mereka menggapai puncak gunung tertinggi (8.848 meter di atas permukaan laun/mdpl) di dunia itu.
Saat ini kecepatan angin bervariasi, yaitu sekitar 5 hingga 15 kilometer. Yang paling kencang akan mencapai 35 kilometer per jam pada Senin 21 Mei 2018.
Meski cuaca masih bisa ditoleransi, para pendaki tetap harus mempersiapkan kesehatan fisik. Pada Selasa, 15 Mei 2018 seorang pendaki professional asal Hongkong, Cristopher Lam Koon-wah, dikabarkan meninggal saat mendaki Everest.
Lam meninggal akibat penyakit ketinggian, high altitude cerebral edema (HACE). Penyakit tersebut dipengaruhi aktivitas yang dilakukan saat di ketinggian.
Salah satu saran kepada para pendaki Everest adalah beristirahat setiap 500 meter, agar tubuh terbiasa dengan tingkat oksigen yang rendah. Saran ini diungkapkan oleh seorang pendaki gunung veteran Chung Kin-man, yang menaklukan Everest pada 2003.
Sumber : https://travel.tempo.co/read/1089536/suhu-puncak-everest-minus-23-c-pendaki-indonesia-terus-berjuang
Post a Comment